Postingan

Menampilkan postingan dengan label puisi

Tentang Rindu

Kepada bakul-bakul yang merayap di punggung Dalam rinai peluh tak berkesudahan Kemana akan dibawa berjalan? Sesinom menjurai di segala Bergantung penat pada  warna mendua Disibakkan keriput jemari yang tak lagi lentik baginya Adakah yang bisa disembunyikan dari mata yang berharap nyata Akan terbukanya pintu jati  berdaun ganda Dan langkah-langkah kaki bersuka cita Tak lelah menanti pulangnya buah hati Yang setia menemani tidur dengan mimpi-mimpi Walaupun matahari  sebentar lagi akan bersembunyi

[Geguritan] Piweling Kali Garing

Asat….. Garing mlimping….. Lemah-lemah pating blegag, mringis nggegirisi. Nggeguyu tumindake para jalma manungsa kang saya ora lumrah trekahe Jalma manungsa kang jarene kautus ngrumat ndonya sak isine… Jalma manungsa kang linambaran ilmu sundhul langit sap pitu… Kok doyan mangan sedulure… mangan barang sing dudu hak e… colong jupuk kaya diidinake… ngapusi tunggale dhewe… lali weling bapa-biyunge… Jumawa, adigang, adigung, adiguna. Mumpung duwe panguwasa banjur sekarepe dhewe. Apa mung kaya ngono iku sifating manungsa? Ora…ora…ora kaya mangkono Sejatine, manungsa iku duwe jejibahan agung mungguh eling donya iki amung ampiran sedhela kudu dirumat kanthi becik, setiti, ngati-ati. Jagad iki dudu duwekmu, ananging titipane anak putu. Enggal lerena anggone gawe rusaking donya, mumpung isih ana wektu

Nilai 21, diantara Arit dan Karung

lelaki kecil telanjang dada celana pendek coklat, bawahan seragam pramuka lelaki kecil berkulit legam bermata bulat jenaka membawa karung di pundak kiri sabit tergenggam erat di tangan kanan tersenyum, dan mengangguk sopan padaku “lulus to Le?” “lulus, Bulik”. “nilai berapa?” “cuma 21, Bulik, maaf saya mau ngarit dulu” lelaki kecil melanjutkan perjalanannya dari sawah ke sawah berjalan susuri pematang merumput untuk dijual ke orang-orang yang membutuhkan rumput pakan hewan-hewan piaraan lelaki kecil sekedar membantu bapak dan emaknya meniti kehidupan entah bagaimana kemarin ia belajar materi ujian entah bagaimana esok mencari sekolah lanjutkan pelajaran polosnya lelaki kecil itu menjalani hari demi hari tanpa pernah bertanya tentang nasibnya padahal aku yakin dia pernah membaca salah satu ayat UUD 1945 rangkaian huruf dalam kalimat “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” .

Berbisik Kabut pada Tinalah

Gambar
puncak gunung widosari Siang mulai melapuk diantara sisa - sisa panas Desember Bening air Tinalah beriak terantuk batu - batu tak beraturan Mengular dari pucuk Trayu … Tinggalkan senyum empon - empon yang merunduk malu Tinggalkan tatapan bunga cengkeh yang syahdu Lembut dalam alunan rumpun bambu Gemericik mengalir tanpa lelah Menatap sejenak pada mentari terkalang awan Menatap sejenak ujung Widosari Kabut mulai turun menyusup Menyentuh lembut alir bening Berbisik kabut pada Tinalah… Sampaikan salam rinduku… Satu … Pada lautku yang biru… bermain air di Tinalah